Kamis, 01 Mei 2014

Tugas Softskill ke 2 "Jumlah Uang Beredar"

 

Andika Dwi Cahyani
10112780
2KA08


Pengendalian Jumlah Uang Beredar (JUB)

Pengendalian terhadap Jumlah Uang Beredar, merupakan kebijakan yang sangat esensial berkaitan dengan perekonomian suatu negara. Pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan, merupakan “aktor” utama yang bertanggung jawab terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia. Namun demikian, kebijakan pemerintah dalam mengendalikan Jumlah Uang Beredar ini tidak terlepas dari pelaku-pelaku lain dalam proses penciptaan uang beredar, yaitu:
·         bank-bank umum (atau sektor perbankan), dan
·         masyarakat umum
            Jumlah uang beredar, baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas, senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Ia bisa membesar (ekspansif) atau mengecil (kontraktif), hal ini tergantung dari kebutuhan perekonomian. Tujuan pengendalian uang beredar ini tidak lain adalah untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang sifatnya stabil dan tidak terlampau tinggi.

Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB)
Klasifikasi jumlah uang beredar diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
       1.      Jumlah Uang Beredar dalam arti sempit atau disebut “Narrow Money” (M1), yang terdiri dari uang kartal dan uang giral (Demand Deposit).
       2.      Jumlah Uang Beredar dalam arti luas atau disebut “Broad Money” (M2), yang terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (Time Deposit). Meliputi bagian-bagian sebagai berikut:
1) Mata uang dalam peredaran/uang kartal (uang kertas dan uang logam).
2) Uang giral (cek dan giro).
3) Uang kuasi (near money/hampir uang), yang terdiri atas deposito berjangka, tabungan dan rekening, serta valuta asing milik swasta domestik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Jumlah Uang Beredar (JUB)
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:

            1.      Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit).
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
            2.      Keadaan APBN (surplus atau defisit).
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
            3.      Perubahan kredit langsung Bank Indonesia.
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
            4.      Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Sebagai banker’s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.     


Berikut ini disajikan data mengenai jumlah uang yang beredar dari tahun 1999–2004 (dalam miliar rupiah).


Jumlah uang yang beredar dalam masyarakat ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1) Kebijakan moneter, yaitu kebijakan bank sentral dalam mengatur jumlah uang beredar dan hak oktroi (hak tunggal) untuk mencetak uang.
2) Bank umum dalam membuat uang giral, yaitu membeli surat-surat berharga dari masyarakat.
3) Pendapatan masyarakat di mana semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin banyak jumlah uang yang dibutuhkan sehingga
menambah jumlah uang yang beredar.
4) Tingkat suku bunga bank, yaitu apabila suku bunga tinggi akan mendorong masyarakat untuk menabung sehingga mengurangi jumlah uang yang beredar, demikian juga sebaliknya.
5) Kebijakan kredit, yaitu kebijakan uang ketat yang mempersulit pemberian kredit (tight money policy) sehingga akan mengurangi jumlah uang yang beredar. Sebaliknya kebijakan uang longgar yang mempermudah pemberian kredit (easy money policy) akan menambah jumlah uang yang beredar.
6) Harga barang, di mana harga tinggi akan mendorong jumlah uang yang dibutuhkan sehingga bertambahnya jumlah uang yang beredar akan bertambah, begitu juga sebaliknya.
7) Selera konsumen, di mana peningkatan selera masyarakat pada suatu barang akan mendorong jumlah uang yang beredar, dan sebaliknya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar