Andika Dwi Cahyani
10112780
2KA08
Pengendalian
Jumlah Uang Beredar (JUB)
Pengendalian terhadap Jumlah Uang Beredar,
merupakan kebijakan yang sangat esensial berkaitan dengan perekonomian suatu
negara. Pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan,
merupakan “aktor” utama yang bertanggung jawab terhadap Jumlah Uang Beredar di
Indonesia. Namun demikian, kebijakan pemerintah dalam mengendalikan Jumlah Uang
Beredar ini tidak terlepas dari pelaku-pelaku lain dalam proses penciptaan uang
beredar, yaitu:
·
bank-bank umum (atau sektor perbankan), dan
·
masyarakat umum
Jumlah
uang beredar, baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas, senantiasa
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Ia bisa membesar (ekspansif) atau
mengecil (kontraktif), hal ini tergantung dari kebutuhan perekonomian. Tujuan
pengendalian uang beredar ini tidak lain adalah untuk tercapainya pertumbuhan
ekonomi nasional yang sifatnya stabil dan tidak terlampau tinggi.
Pengertian
Jumlah Uang Beredar (JUB)
Klasifikasi jumlah uang beredar diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:
1. Jumlah Uang
Beredar dalam arti sempit atau disebut “Narrow Money” (M1), yang terdiri dari
uang kartal dan uang giral (Demand Deposit).
2. Jumlah Uang
Beredar dalam arti luas atau disebut “Broad Money” (M2), yang terdiri dari M1
ditambah dengan deposito berjangka (Time Deposit). Meliputi bagian-bagian
sebagai berikut:
1) Mata uang dalam peredaran/uang kartal (uang kertas dan uang logam).
2) Uang giral (cek dan giro).
3) Uang kuasi (near
money/hampir uang), yang terdiri atas deposito berjangka, tabungan dan
rekening, serta valuta asing milik swasta domestik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Jumlah Uang Beredar (JUB)
Seperti telah disinggung sebelumnya
bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti atau uang
primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi oleh
besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini dipengaruhi
oleh empat faktor, yaitu:
1.
Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit).
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti
ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah
uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami
defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada
pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
2.
Keadaan APBN (surplus atau defisit).
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka
pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam
jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus,
maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang
beredar semakin kecil.
3.
Perubahan kredit langsung Bank Indonesia.
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja
dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan
kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina,
dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung
ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
4.
Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Sebagai banker’s bank, BI dapat memberikan kredit
likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi
sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi
krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun
rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan
tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.
Berikut ini disajikan data mengenai
jumlah uang yang beredar dari tahun 1999–2004 (dalam miliar rupiah).
Jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1) Kebijakan moneter, yaitu kebijakan
bank sentral dalam mengatur jumlah uang beredar dan hak oktroi (hak tunggal)
untuk mencetak uang.
2) Bank umum dalam membuat uang giral,
yaitu membeli surat-surat berharga dari masyarakat.
3) Pendapatan masyarakat di mana semakin
tinggi pendapatan masyarakat semakin banyak jumlah uang yang dibutuhkan
sehingga
menambah jumlah uang yang beredar.
4) Tingkat suku bunga bank, yaitu
apabila suku bunga tinggi akan mendorong masyarakat untuk menabung sehingga mengurangi
jumlah uang yang beredar, demikian juga sebaliknya.
5) Kebijakan kredit, yaitu kebijakan
uang ketat yang mempersulit pemberian kredit (tight money policy) sehingga
akan mengurangi jumlah uang yang beredar. Sebaliknya kebijakan uang longgar
yang mempermudah pemberian kredit (easy money policy) akan menambah
jumlah uang yang beredar.
6) Harga barang, di mana harga tinggi
akan mendorong jumlah uang yang dibutuhkan sehingga bertambahnya jumlah uang
yang beredar akan bertambah, begitu juga sebaliknya.
7) Selera konsumen, di mana peningkatan
selera masyarakat pada suatu barang akan mendorong jumlah uang yang beredar,
dan sebaliknya.
Daftar Pustaka :
http://widi007.blogspot.com/2013/02/makalah-jumlah-uang-beredar.html
http://widi007.blogspot.com/2013/02/makalah-jumlah-uang-beredar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar