Nama : Andika Dwi Cahyani
Kelas : 2KA08
NPM : 10112780
Sistem
Informasi
Fakultas
Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas
Gunadarma
ATA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Karena rahmat dan hidayah-Nya, saya diberi kemudahan untuk mengerjakan tugas kelompok softskill mengenai Teori Organisasi Umum 2 dengan judul ”Analisis Kasus Perlindungan Konsumen terhadap Jasa Penerbangan” Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas softskill pada tingkat 2 semester ATA 2013/2014.
Saya menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu
saran dan kritik sangat diharapkan guna perbaikan penulisan di masa yang akan
datang.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
pembuatan karya tulis ini, yaitu :
1. Allah S.W.T yang telah melindungi
dan menemani kami setiap saat.
2. Ibu Widiyarsih, selaku dosen Teori
Organisasi Umum 2. Yang telah menjelaskan tata cara pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman 2KA08 yang selalu
mengingatkan tugas.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah
makalah ini, harapan kelompok kami sangat sederhana, yaitu semoga para pembaca makalah ini akan mendapatkan
banyak informasi dan pengetahuan yang baru dari makalah ini.
Penulis,
Andika DC
DAFTAR ISI
-
KATA PENGANTAR
-
DAFTAR ISI
-
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Pembatasan
Masalah
1.4 Tujuan
Penulisan
1.5 Manfaat
Penulisan
1.6 Metodologi
Penulisan
- BAB II LANDASAN
TEORITIS
2.1 Penjelasan
mengenai Perlindungan Konsumen
2.2 Penjelasan mengenai Konsumen dan Pelaku Usaha
2.3 Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Penerbangan
- BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA
3.1 Kasus
3.2 Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Konsumen
3.3 Peran Pemerintah dalam menangani Masalahan
Penerbangan
3.4 Analisis
- BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
- DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
saat ini penerbangan merupakan salah satu transportrasi yang sudah banyak
digunakan oleh masyarakat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kebutuhan
masyarakat akan transportasi untuk jarak jauh sudah cukup tinggi terlihat dari
jumlah penumpang setiap penerbangan dalam maupun luar negeri. Selain itu harga
dari moda transportasi penerbangan sudah terjangkau oleh masyarakat di
Indonesia tidak seperti beberapa tahun silam.
Namun dalam jasa penerbangan kita ketahui sering sekali
terjadi penundaan waktu atau delay yang cukup menguras waktu dan merugikan
penumpang pesawat tersebut. Dalam jasa penerbangan terdapat keluhan-keluhan
lain dari para penumpang selain adanya penundaan waktu atau delay, yaitu
persoalan barang bagasi yang hilang, dan keluhan-keluhan lainnya. Oleh
karena itu penulis dalam kesempatan ini
ingin menulis makalah yang menjelaskan tentang sebuah kasus perlindungan
konsumen terhadap jasa penerbangan dan menganalisis kasus tersebut.
1.2 Perumusan
Masalah
Dari latar belakang yang sudah dibuat, dapat dirumuskan dengan pertanyaan,
sebagai berikut:
1.
Menjelaskan perlindungan konsumen
dalam jasa penerbangan.
2.
Menjelaskan hukum pengguna jasa
penerbangan.
3.
Menjelaskan peran pemerintah
dalam menangani masalah penerbangan.
1.3
Pembatasan Masalah
Dari masalah diatas dapat dibatasi yaitu “Analisis Kasus Perlindungan Konsumen terhadap Jasa
Penerbangan”
1.4
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui perlindungan
konsumen dalam jasa penerbangan.
2.
Untuk mengetahui
apa saja hukum
yang berlaku untuk pengguna jasa penerbangan.
3.
Untuk mengetahui bagaimana peran dari pemerintah mengenai masalah
penerbangan.
1.5
Manfaat Penulisan
Manfaat Penulis
1.
Dapat mengetahui perlindungan
terhadap konsumen dalam jasa penerbangan.
2. Lebih paham apa saja hukum yang
berlaku untuk pengguna jasa penerbangan.
Manfaat Umum
1. Menambah pengetahuan mengenai hukum yang berlaku untuk pengguna jasa penerbangan.
2. Mengetahui lebih jauh tentang perlindumgan konsumen terhadap jasa penerbangan.
2. Mengetahui lebih jauh tentang perlindumgan konsumen terhadap jasa penerbangan.
1.6
Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam
makalah ini, yaitu metode deskripsi analisi. Metode tersebut merupakan metode
yang memberikan gambaran objektif serta membahasnya secara lengkap yang
dilakukan dengan mengumpulkan data dari website.
BAB II
LANDASAN
TEORITIS
2.1 Penjelasan mengenai Perlindungan
Konsumen
Kepastian
hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui UU khusus,
memberikan harapan agar para palaku usaha tidak sewenang-wenang. Maka konsumen memiliki hak dan posisi seimbang dengan para pelaku
usaha. Berdasarkan UU PerlindunganKonsumen pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan konsumen. Dari pengertian diatas ada pokok-pokok dari perlindungan
konsumen. Diantaranya kesamaan derajad antara konsumen dan pelaku usaha, konsumen mempunyai hak,
pelaku usaha mempunyai kewajiban,Pemerintah perlu berperan aktif, keterbukaan
dalm promosi barang, pengaturan tentang perlindungan konsumen
berkontribusi pada pembangunan nasional, masyarakat perlu berperanserta.
Disamping itu upaya perlindungan konsumen didasarkan pada asas dan tujuan. Berdasarkan
UU Perlindungan Konsumen pasal 2 ada 5 asas perlindungan konsumen:
1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keselamatan dan keamanan konsumen
5. Asas kepastian hukum.
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal
3, disebutkan bahwa tujuan dari perlindungankonsumen adalah meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
meningkatkan pemberdayaan konsumen, menciptakan unsur perlindunganhukum yang
mengandung kepastian hukum, menimbulkan atau menumbuhkan kesadaran pelakuusaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen, meningkatkan kualitas barang / jasa
yang menjamin kelangsungan usaha. “Adapun tujuan umum perlindungan konsumen
adalah secara umum adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen” (Miru
dkk, 2008 : 63)
2.2
Penjelasan
mengenai Konsumen dan Pelaku Usaha
A. Konsumen
Konsumen merupakan salah satu pihak
dalam hubungan dan transaksi ekonomi yang haknya sering diabaikan oleh para
pelaku usaha. Akibatnya hak-hak konsumen perlu dilindungi. Menurut UU
Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 2, konsumen adalah setiap orang
pemakai barang / jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, oranglain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.Sebagai pemakai barang/jasa konsumen memiliki
beberapa hak dan kewajiban. Pengetahuan akan hak-hak konsumen sangat penting
agar orang bisa bertindak sebagai pihak konsumen yang mandiri dan paham
akan hak-haknya. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 4, hak-hak
konsumen.
1. Hak akan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang / jasa.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang / jasa
sesuai dengan nilai tukar dankondisi dan jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang/ jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan / atau jasa yangdigunakan.
5. Hak untuk mendapatkan avokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen scara
patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif.
Selain memiliki hak konsumen juga
memiliki kewajiban yang tak kalah pentingnya yangharus diperhatikan. Dalam UU
Perlindungan Konsumen pasal 5 dikatakan bahwa kewajiban konsumen.
1 .
Membaca dan mengikuti petunjuk
informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa.Tujuannya adalah untuk menjaga
keamanan dan keselamatan konsumen itu sendiri.
2 .
Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang/jasa. Dengan itikad baik kebutuhan konsumen
akan terhadap barang/jasa yang diinginkan bisa terpenuhi dengan penuh
kepuasan.
3 .
Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati.
4 .
Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
B. Pelaku Usaha
Dalam hukum perlindungan konsumen
selain konsumen terdapat juga pelaku usaha, dandalam UU Perlindungan Konsumen
pasal 1 ayat 3 dijelaskan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukumyang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegitan usaha dalam wilayah hukum NegaraRepublik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelengaraankegitan uasha
dalam berbagai bidang ekonomi. Untuk
memberikan kepastian hukum sebagai bagian dari tujuan hukum
perlindungankonsumen maka pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban. Adapun
kewajiban dari pelaku usaha berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 6
adalah:
1.
Hak untuk menerima pembayaran yang
sesuia dengan kesepakatan mengenai kondisinilai tukar barang/jasa yang
diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan
hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.
Hak untuk pembelaan sepatunya didalm
penyelesaian perkara perlindungan konsumen.
Kewajiban pelaku usaha juga memiliki
peranan yang penting selain hak, yang sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen
pasal 7 kewajiban pelaku usaha adalah:
1.
Beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usaha.
2.
Memberikan informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai produk barang / jasa.
3.
Melakukan atau melayani konsumen
secara benar, jujur dan tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu produk barang / jasa
yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkanketentuan standart mutu barang
yang berlaku.
5.
Memberi kesempatan kepada konsumen
untuk menguji atau mencoba produk barang / jasa yang diproduksi, memberi
garansi serta jaminan produk barang / jasa dibuat atau diperdagangkan.
Selain memiliki hak dan kewajiban
pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab, menurutUU Perlindungan Konsumen
pasal 19 ayat 1 bahwa pelaku usaha bertanggung jawabmemberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumenakibat mempergunakan
barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.3
Perlindungan
Hukum Pengguna Jasa Penerbangan
Dibentuknya
Undang-Undang, yaitu UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Maka artinya hak-hak konsumen tersebut sudah
diakui keberadaannya dan memiliki kepastian
hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Upaya hukum yang dilakukan olehkonsumen
yang merasa dirugikan bisa menggunakan pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999. Bentuk
perlindungan hukum bagi penumpang pengguna jasa transportasi udara, serta upaya
hukum bagi penumpang yang dirugikan oleh perusahaan transportasi udara. yaitu
antara lain Pengangkutan Udara 1939, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992,
Undang-Undang Nomor 8Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995.
Materi perlindungan hukum yangdiatur meliputi:
1 . Tanggung jawab perusahaan
pengangkutan udara yang terdiri dari tanggung jawab terhadap penumpang.
2 .
Tanggung jawab terhadap barang,
tanggung jawab terhadap keterlambatan (delay)
3 .
Tanggung jawab asuransi.
4 .
Penentuan nilai ganti rugi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan pengangkutan udara.
5 .
Menentukan upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh penumpang yangmengalami kerugian, yaitu upaya hukum melalaui
jalur pengadilan (litigation) dan upayahukum di luar pengadilan (non
litigation).
Bahkan dalam UU penerbangan soal
kompensasi bagi penumpang yang dirugikan olehservis maskapai. Dalam aturannya
wajib memberi kompensasi dan informasi yang jelas jika jadwal
keberangkatan tertunda. Untuk keterlambatan 30 menit-90 menit, maskapai wajib memberikan makanan dan minuman ringan. Untuk keterlambatan
90 menit hingga 180 menit, kompensasinya makan besar, dan memindahkan penumpang
ke penerbangan berikutnya bila diminta.Sedangkan
jika delay di atas 180 menit, maskapai wajib memberikan fasilitas akomodasi hingga penumpang diangkut penerbangan pada hari
berikutnya. Untuk pembatalan penerbangan karena kesalahan pihak maskapai, penumpang
dimungkinkan mengambil akomodasi hingga hari berikutnya atau meminta
kembali biaya tiket secara penuh (refund). Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan melalui dasar :
1.
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5
ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.
3. Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.
4. Undang Undang No. 5 tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
5.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999
Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
6. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun
2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
7.
Surat Edaran Dirjen Perdagangan
Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang
ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
8.
Surat Edaran Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan
Pengaduan Konsumen.
BAB
III
PEMBAHASAN DAN ANALISA
3.1
Kasus
Seorang warga Ciputat hendak pergi
ke Surabaya dan rencananya menggunakan jasa penerbangan X dengan nomor
penerbangan Y pada pukul 20.30 wib. Pada saat ceck-in tanggalkeberangkatan,
ternyata pemberangkatan di-delay dan perkirakan akan terbang pukul 04.00 wib
keesokan harinya, dan ternyata kasus tersebut juga terjadi pada rute
penerbangan yang lainnya. Diinformasikan bahwa alasan delay tersebut karena
kerusakan pesawat, sementara pesawat bantuan belum bisa diterbangkan ke
Surabaya karena alasan cuaca. Dan pada pukul 23.30 wib, diinformasikan bahwa
penerbangan ke Surabaya dengan no penerbangan Y dibatalkan, alasan bandara
Juanda disurabaya belum buka jam 5 pagi, ahirnya para penumpang dengan
jasa penerbangan X dan no penerbangan Y akan diberangkatkan keesokan hari
pada pukul 07.00dengan kapasitas penumpang 14/seat/ atau kursi, dan sisanya
akan diberangkatkan pada sianghari. (Sindo, 17 September 2009)
3.2
Bentuk-bentuk Pelanggaran
Hak Konsumen
Meskipun telah dibentuknya UU yang
mengatur masalah pelanggaran hak konsumen masih banyak juga kasus-kasus pelanggaran konsumen,
seperti halnya kasus pelanggaran konsumen
pengguna jasa penerbangan salah satunya. Tak sedikit pelanggaran tersebut
terjadikarena suatu hal yang mengenai prosedur pelayanan konsumen. Yang lebih
parahnya lagi pelanggaran tersebut bukan terjadi sekali saja bahkan
terjadi berulang-ulang hal ini diperkuat dengan beberapa pengaduan yang diterima Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang langsung dibawah komando Presiden
SBY pada tahun 2007, mencatat 7 maskapai penerbangan yang paling banyak
dikeluhkan konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah AirAsia, Lion Air,
Garuda, Adam Air, Sriwijaya Air, Wing Air dan Batavia Air. Terdapat 25 keluhan
yang masuk BPKN. Keluhan tersebut adalah masalah penundaan jadwal
penerbangantanpa pemberitahuan 7 pengaduan. Kehilangan barang di bagasi 5
pengaduan, tiket hangus 4 pengaduan, tempat duduk tidak sesuai tiket 3
pengaduan, menolak booking lewat telepon 2 pengaduan. Serta
sikap pramugari, keamanan, kebersihan dan bagasi ditelantarkan 4 pengaduan. Demikian
diungkapkan oleh Teddy Setiadi Kepala BPKN, yang juga Irjen Departemen Perdagangan (Depdag), dalam acara Forum dialog / trust
building / dengan jasa penerbangan diGedung Depdag, Jalan R Jakarta, (Kompas,
kamis 26/4/2007). Bentuk-bentuk dari pelanggaran hak konsumen pengguna jasa
penerbangan adalah :
1.
Pencatatan identitas
2.
Penundaan penerbangan delay dengan
alih / alasan faktor cuaca dan teknis operasional
3.
Penundaan jadwal penerbangan delay tanpa
pemberitahuan
4.
Menjual tarif tiket dengan batas
atas
5.
Letak atau posisi kursi tidak sesuai
dengan tiket
6.
Kehilangan barang dibagasi ( Pasal
144 Undang – Undang nomor 1 tahun 2009 )
7.
Tiket hangus
3.3
Peran Pemerintah dalam menangani
Masalahan Penerbangan
Pemerintah memiliki peran dalam
mewujudkan perlindungan konsumen dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk
memberikan kompensasi kepada para penumpang bila terjadi keterlambatan / delay / penerbangan
lebih dari 30 menit. Penumpang juga dapat melakukan gugatan ke pengadilan bila
hak-haknya itu diabaikan. Dengan adanya regulasi itu, maskapai penerbangan
tidak bisa lagi lepas tanggung jawab dan membiarkan para penumpangnya
terlantar di bandara bila pesawat tersebut mengalami keterlambatan.
Peran pemerintah dalam menyikapi pelanggaran hak perlindungan konsumen
adalah dengan melalukukan
pembinaan sesuai dengan Pasal 10 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbanganyaitu
:
1.
Penerbangan dikuasai oleh negara dan
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah.
2. Pembinaan Penerbangan sebagaimana
dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
3.
Pengaturan sebagaimana dimaksud
meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma,
standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan
keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.
4.
Pengendalian sebagaimana dimaksud
meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi,
serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.
5. Pengawasan sebagaimana dimaksud
meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai
dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum.
6.
Pembinaan Penerbangan sebagaimana
dimaksud dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk
Pembinaan sebagaimana dimaksud dilakukan secara terkoordinasi dan didukung oleh instansi terkait yang bertanggung jawab di bidang
industri pesawat udara, lingkungan hidup, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta keuangan dan perbankan,Pemerintah daerah
melakukan pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud sesuaidengan
kewenangannya.
3.4 Analisis
Apabila faktor teknis kerap
dijadikan alasan, pengawas di bandara mestinya melakukan penelusuran lebih
lanjut terhadap operator maskapai. Sebab itu merupakan suatu keganjilan.
Jadi,harus ada penjelasan secara detil kepada penanggung jawab pengawasan di
lapangan yangkhusus menangani pelaporan dari maskapai. Jangan sampai faktor
keterlambatan itu akibat pihak maskapai mencari-cari pembenaran sepihak.
Bukan mustahil maskapai beralasan terlambat karena faktor teknis. Padahal yang sebenarnya, karena
mereka masih menunggu penumpangyang belum datang.
Alasan diatas cukup membuktikan
bahwa pihak maskapai telah merugikan konsumen,UU Penerbangan 2008 mengatur hak,
kewajiban dan tanggung jawab hukum para penyedia jasa dan pengguna jasa penerbangan, serta tanggung jawab
hukum penyedia jasa penerbangan terhadap
kerugian pihak ketiga. Dalam konteks perlindungan penumpang itu pula,
UUPenerbangan 2008 melihat penyelenggaraan penerbangan dalam kerangka perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen secara tegas
dijelaskan pada batang tubuh maupun penjelasan UU Penerbangan Konsumen.
Untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum Pasal yang semakin mempertegas perlindungan
konsumen dalam UU ini seperti:
1.
Pasal 1 angka 23 menjabarkan bahwa
tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk
mengganti kerugian yang diderita oleh: penumpang, pengirim barang, atau
pihak ketiga.
2. Pasal 146 menegaskan: Pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi
atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa
keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis
operasional.
3. Pasal 147 ayat (1) menambahkan:
Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.
Sebenarnya, tanggung jawab
pengangkut juga disinggung sekilas dalam UU Penerbangan1992. Bahkan Peraturan
Pemerintah No 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara sudahmenentukan besaran
ganti rugi maksimal satu juta rupiah. Namun kedua peraturan ini dianggapkurang
memadai, apalagi besaran ganti rugi maksimal. Tetapi yang lebih
menggembirakan bukan hanya perubahan besaran ganti rugi. UU Penerbangan
2008 juga merumuskan apa saja yang masuk kategori “faktor cuaca” dan “teknis
operasional”. Kedua alasan ini sering dipakai sebagai alasan dasar penundaan
penerbangan, padahal penumpang tak memiliki kemampuanuntuk membuktikan
kebenaran alasan tersebut. UU Penerbangan 2008 juga menegaskan faktor apa
saja yang tidak termasuk pengertian teknis operasional. Setiap maskapai tidak
bolehmenggunakan dalih ini untuk delay keberangkatan:
(i)
Keterlambatan pilot, co-pilot, dan
awak kabin
(ii)
Keterlambatan jasa boga
(iii)
Keterlambatan penanganan di darat
(iv)
Menunggu penumpang, baik yang
baru melapor, pindah pesawat, atau penerbangan lanjutan
(v)
Ketidaksiapan pesawat udara.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
memberikan pengertian dan tanggung jawab pengangkut dan penanganan secara
terpisah antara bagasi tercatat dan bagasi kabin. Beserta upaya tanggung jawab pengusaha angkutan udara jika
penumpang tidak mendapatkan pelayanan berupa keterlambatan jadwal dan
tanggung jawab terhadap kerusakan dan kehilangan barang dalam angkutan udara angkutan udara.
Pemerintah mempunyai peran yang
penting dalam memujudkan perlindungan konsumen dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk
memberikan informasi kepada para penumpang bila terjadi keterlambatan
(delay) penerbangan lebih dari 30 menit. Peran pemerintah dalam meyikapi
pelanngaran hak perlindunga konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai
dengan pasal 10 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan diantaranya penerbangan dikuasai
oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah, Pembinaan Penerbangan sebagaimana
dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, Pengaturan sebagaimana
dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri
atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan
prosedur termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta
perizinan.
4.2
Saran
Adanya sosialisasi berkaitan dengan
peran serta masyarakat selaku pengguna jasa penerbangan yang dapat
memberikan penilaian, masukan kepada pemerintah Republik Indonesiadan
Perusahaan Angkutan Udara Niaga berjadwal. Agar pemerintah
dan pihak usaha penerbangan dapat mendengarkan penilaian-penilaian mengenai
jasa penerbangan agar dapat di perbaiki dan mengurangi klaim-klaim dari
penumpang. Sehingga jasa penerbangan tetap menjadi alat transportasi jarak jauh
yang dapat menberikan kenyamanan dan fasilitas yang layak kepada pihak
konsumen.
DAFTAR
PUSTAKA
Happy, Susanto. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan.
Jakarta : Transmedia Pustaka. 2009.