Senin, 24 Maret 2014

“Analisis Kasus Perlindungan Konsumen terhadap Jasa Penerbangan”



Berkas:Logo Gunadarma.jpg


             Nama         : Andika Dwi Cahyani
             Kelas          : 2KA08
             NPM          : 10112780



Sistem Informasi
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
ATA 2013/2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena rahmat dan hidayah-Nya, saya diberi kemudahan untuk mengerjakan tugas kelompok softskill mengenai Teori Organisasi Umum 2 dengan judul ”Analisis Kasus Perlindungan Konsumen terhadap Jasa Penerbangan Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas softskill pada tingkat 2 semester ATA 2013/2014.
Saya menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu saran dan kritik sangat diharapkan guna perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan karya tulis ini, yaitu :
      1.    Allah S.W.T  yang telah melindungi dan menemani kami setiap saat.
   2.  Ibu Widiyarsih, selaku dosen Teori Organisasi Umum 2. Yang telah menjelaskan tata cara pembuatan makalah ini.
      3.       Teman-teman 2KA08 yang selalu mengingatkan tugas.
   4.  Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Demikianlah makalah ini, harapan kelompok kami sangat sederhana, yaitu semoga para pembaca makalah ini akan mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan yang baru dari makalah ini.

                                                                            Depok, 24 Maret 2014

                                                                               Penulis,
                                                                           Andika DC                                                                                                                                   


DAFTAR ISI

-          KATA PENGANTAR
-          DAFTAR ISI
-          BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3 Pembatasan Masalah
1.4 Tujuan Penulisan
1.5  Manfaat Penulisan
1.6  Metodologi Penulisan
-      BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1  Penjelasan mengenai Perlindungan Konsumen
2.2  Penjelasan mengenai Konsumen dan Pelaku Usaha
2.3  Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Penerbangan
-      BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA
        3.1  Kasus
        3.2  Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak  Konsumen
        3.3  Peran Pemerintah dalam menangani Masalahan Penerbangan
        3.4  Analisis
-      BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
-      DAFTAR PUSTAKA



 
BAB I
PENDAHULUAN

          1.1  Latar Belakang
Pada saat ini penerbangan merupakan salah satu transportrasi yang sudah banyak digunakan oleh masyarakat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kebutuhan masyarakat akan transportasi untuk jarak jauh sudah cukup tinggi terlihat dari jumlah penumpang setiap penerbangan dalam maupun luar negeri. Selain itu harga dari moda transportasi penerbangan sudah terjangkau oleh masyarakat di Indonesia tidak seperti beberapa tahun silam.
Namun dalam jasa penerbangan kita ketahui sering sekali terjadi penundaan waktu atau delay yang cukup menguras waktu dan merugikan penumpang pesawat tersebut. Dalam jasa penerbangan terdapat keluhan-keluhan lain dari para penumpang selain adanya penundaan waktu atau delay, yaitu persoalan barang bagasi yang hilang, dan keluhan-keluhan lainnya. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini ingin menulis makalah yang menjelaskan tentang sebuah kasus perlindungan konsumen terhadap jasa penerbangan dan menganalisis kasus tersebut.

         1.2   Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dibuat, dapat dirumuskan dengan pertanyaan, sebagai berikut:
        1.      Menjelaskan perlindungan konsumen dalam jasa penerbangan.
        2.      Menjelaskan hukum pengguna jasa penerbangan.
        3.      Menjelaskan peran pemerintah dalam menangani masalah penerbangan.
           
        1.3  Pembatasan Masalah
Dari masalah diatas dapat dibatasi yaitu “Analisis Kasus Perlindungan Konsumen terhadap Jasa Penerbangan

        1.4  Tujuan Penulisan

          1.      Untuk mengetahui perlindungan konsumen dalam jasa penerbangan.
          2.      Untuk mengetahui apa saja hukum yang berlaku untuk pengguna jasa penerbangan
          3.   Untuk mengetahui bagaimana peran dari pemerintah mengenai masalah penerbangan.
        1.5  Manfaat Penulisan

        Manfaat Penulis
          1.    Dapat mengetahui perlindungan terhadap konsumen dalam jasa penerbangan.
          2.     Lebih paham apa saja hukum yang berlaku untuk pengguna jasa penerbangan.
        Manfaat Umum
         1.  Menambah pengetahuan mengenai hukum yang berlaku untuk pengguna jasa penerbangan.
         2.  Mengetahui lebih jauh tentang perlindumgan konsumen terhadap jasa penerbangan. 
    
        1.6  Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini, yaitu metode deskripsi analisi. Metode tersebut merupakan metode yang memberikan gambaran objektif serta membahasnya secara lengkap yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari website.


BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1  Penjelasan mengenai Perlindungan Konsumen
          Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui UU khusus, memberikan harapan agar para palaku usaha tidak sewenang-wenang. Maka konsumen memiliki hak dan posisi seimbang dengan para pelaku usaha. Berdasarkan UU PerlindunganKonsumen pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Dari pengertian diatas ada pokok-pokok dari perlindungan konsumen. Diantaranya kesamaan derajad antara konsumen dan pelaku usaha, konsumen mempunyai hak, pelaku usaha mempunyai kewajiban,Pemerintah perlu berperan aktif, keterbukaan dalm promosi barang, pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional, masyarakat perlu berperanserta. Disamping itu upaya perlindungan konsumen didasarkan pada asas dan tujuan. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2 ada 5 asas perlindungan konsumen:
   
1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keselamatan dan keamanan konsumen
5. Asas kepastian hukum.

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan dari perlindungankonsumen adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan konsumen, menciptakan unsur perlindunganhukum yang mengandung kepastian hukum, menimbulkan atau menumbuhkan kesadaran pelakuusaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, meningkatkan kualitas barang / jasa yang menjamin kelangsungan usaha. “Adapun tujuan umum perlindungan konsumen adalah secara umum adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen” (Miru dkk, 2008 : 63)


2.2  Penjelasan mengenai Konsumen dan Pelaku Usaha
A. Konsumen
Konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan transaksi ekonomi yang haknya sering diabaikan oleh para pelaku usaha. Akibatnya hak-hak konsumen perlu dilindungi. Menurut UU Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 2, konsumen adalah setiap orang pemakai barang / jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, oranglain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.Sebagai pemakai barang/jasa konsumen memiliki beberapa hak dan kewajiban. Pengetahuan akan hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai pihak konsumen yang mandiri dan paham akan hak-haknya. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 4, hak-hak konsumen.
1. Hak akan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang / jasa.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang / jasa sesuai dengan nilai tukar dankondisi dan jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/ jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yangdigunakan.
5. Hak untuk mendapatkan avokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen scara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Selain memiliki hak konsumen juga memiliki kewajiban yang tak kalah pentingnya yangharus diperhatikan. Dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 5 dikatakan bahwa kewajiban konsumen.

1      .      Membaca dan mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa.Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan konsumen itu sendiri.
2      .      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa. Dengan itikad baik kebutuhan konsumen akan terhadap barang/jasa yang diinginkan bisa terpenuhi dengan penuh kepuasan.
3      .      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4      .      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

B. Pelaku Usaha
Dalam hukum perlindungan konsumen selain konsumen terdapat juga pelaku usaha, dandalam UU Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 3 dijelaskan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukumyang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegitan usaha dalam wilayah hukum NegaraRepublik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelengaraankegitan uasha dalam berbagai bidang ekonomi. Untuk memberikan kepastian hukum sebagai bagian dari tujuan hukum perlindungankonsumen maka pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban. Adapun kewajiban dari pelaku usaha berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 6 adalah: 
1.      Hak untuk menerima pembayaran yang sesuia dengan kesepakatan mengenai kondisinilai tukar barang/jasa yang diperdagangkan.
2.  Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak  baik.
3.      Hak untuk pembelaan sepatunya didalm penyelesaian perkara perlindungan konsumen.

Kewajiban pelaku usaha juga memiliki peranan yang penting selain hak, yang sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen pasal 7 kewajiban pelaku usaha adalah:
1.      Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha.
2.      Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk barang / jasa.
3.      Melakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu produk barang / jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkanketentuan standart mutu barang yang berlaku.
5.      Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba produk barang / jasa yang diproduksi, memberi garansi serta jaminan produk barang / jasa dibuat atau diperdagangkan.

Selain memiliki hak dan kewajiban pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab, menurutUU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat 1 bahwa pelaku usaha bertanggung jawabmemberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumenakibat mempergunakan barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2.3  Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Penerbangan
            Dibentuknya Undang-Undang, yaitu UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Maka artinya hak-hak konsumen tersebut sudah diakui keberadaannya dan memiliki kepastian hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Upaya hukum yang dilakukan olehkonsumen yang merasa dirugikan bisa menggunakan pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999. Bentuk perlindungan hukum bagi penumpang pengguna jasa transportasi udara, serta upaya hukum bagi penumpang yang dirugikan oleh perusahaan transportasi udara. yaitu antara lain Pengangkutan Udara 1939, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 8Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995. Materi perlindungan hukum yangdiatur meliputi:
1     .  Tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara yang terdiri dari tanggung jawab  terhadap penumpang.
2        .      Tanggung jawab terhadap barang, tanggung jawab terhadap keterlambatan (delay)
3        .      Tanggung jawab asuransi.
4        .      Penentuan nilai ganti rugi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan pengangkutan udara.
5       .     Menentukan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang yangmengalami kerugian, yaitu upaya hukum melalaui jalur pengadilan (litigation) dan upayahukum di luar pengadilan (non litigation).

Bahkan dalam UU penerbangan soal kompensasi bagi penumpang yang dirugikan olehservis maskapai. Dalam aturannya wajib memberi kompensasi dan informasi yang jelas jika jadwal keberangkatan tertunda. Untuk keterlambatan 30 menit-90 menit, maskapai wajib memberikan makanan dan minuman ringan. Untuk keterlambatan 90 menit hingga 180 menit, kompensasinya makan besar, dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya bila diminta.Sedangkan jika delay di atas 180 menit, maskapai wajib memberikan fasilitas akomodasi hingga penumpang diangkut penerbangan pada hari berikutnya. Untuk pembatalan penerbangan karena kesalahan pihak maskapai, penumpang dimungkinkan mengambil akomodasi hingga hari berikutnya atau meminta kembali biaya tiket secara penuh (refund). Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan melalui dasar :
      1.      Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
       2.      Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
      3.     Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.
     4.     Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
      5.      Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
     6.     Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
    7.      Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
      8.      Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISA

3.1    Kasus
Seorang warga Ciputat hendak pergi ke Surabaya dan rencananya menggunakan jasa penerbangan X dengan nomor penerbangan Y pada pukul 20.30 wib. Pada saat ceck-in tanggalkeberangkatan, ternyata pemberangkatan di-delay dan perkirakan akan terbang pukul 04.00 wib keesokan harinya, dan ternyata kasus tersebut juga terjadi pada rute penerbangan yang lainnya. Diinformasikan bahwa alasan delay tersebut karena kerusakan pesawat, sementara pesawat bantuan belum bisa diterbangkan ke Surabaya karena alasan cuaca. Dan pada pukul 23.30 wib, diinformasikan bahwa penerbangan ke Surabaya dengan no penerbangan Y dibatalkan, alasan bandara Juanda disurabaya belum buka jam 5 pagi, ahirnya para penumpang dengan jasa penerbangan X dan no penerbangan Y akan diberangkatkan keesokan hari pada pukul 07.00dengan kapasitas penumpang 14/seat/ atau kursi, dan sisanya akan diberangkatkan pada sianghari. (Sindo, 17 September 2009)

3.2    Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak  Konsumen
Meskipun telah dibentuknya UU yang mengatur masalah pelanggaran hak konsumen masih banyak juga kasus-kasus pelanggaran konsumen, seperti halnya kasus pelanggaran konsumen pengguna jasa penerbangan salah satunya. Tak sedikit pelanggaran tersebut terjadikarena suatu hal yang mengenai prosedur pelayanan konsumen. Yang lebih parahnya lagi pelanggaran tersebut bukan terjadi sekali saja bahkan terjadi berulang-ulang hal ini diperkuat dengan beberapa pengaduan yang diterima Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang langsung dibawah komando Presiden SBY pada tahun 2007, mencatat 7 maskapai penerbangan yang paling banyak dikeluhkan konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah AirAsia, Lion Air, Garuda, Adam Air, Sriwijaya Air, Wing Air dan Batavia Air. Terdapat 25 keluhan yang masuk BPKN. Keluhan tersebut adalah masalah penundaan jadwal penerbangantanpa pemberitahuan 7 pengaduan. Kehilangan barang di bagasi 5 pengaduan, tiket hangus 4 pengaduan, tempat duduk tidak sesuai tiket 3 pengaduan, menolak booking lewat telepon 2 pengaduan. Serta sikap pramugari, keamanan, kebersihan dan bagasi ditelantarkan 4 pengaduan. Demikian diungkapkan oleh Teddy Setiadi Kepala BPKN, yang juga Irjen Departemen Perdagangan (Depdag), dalam acara Forum dialog / trust building / dengan jasa penerbangan diGedung Depdag, Jalan R Jakarta, (Kompas, kamis 26/4/2007). Bentuk-bentuk dari pelanggaran hak konsumen pengguna jasa penerbangan adalah :
     1.      Pencatatan identitas
     2.      Penundaan penerbangan delay dengan alih / alasan faktor cuaca dan teknis operasional
     3.      Penundaan jadwal penerbangan delay tanpa pemberitahuan
     4.      Menjual tarif tiket dengan batas atas
     5.      Letak atau posisi kursi tidak sesuai dengan tiket
     6.      Kehilangan barang dibagasi ( Pasal 144 Undang – Undang nomor 1 tahun 2009 )
     7.      Tiket hangus

3.3    Peran Pemerintah dalam menangani Masalahan Penerbangan
Pemerintah memiliki peran dalam mewujudkan perlindungan konsumen dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi kepada para penumpang bila terjadi keterlambatan / delay / penerbangan lebih dari 30 menit. Penumpang juga dapat melakukan gugatan ke pengadilan bila hak-haknya itu diabaikan. Dengan adanya regulasi itu, maskapai penerbangan tidak bisa lagi lepas tanggung jawab dan membiarkan para penumpangnya terlantar di bandara bila pesawat tersebut mengalami keterlambatan. Peran pemerintah dalam menyikapi pelanggaran hak perlindungan konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai dengan Pasal 10 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbanganyaitu :
    1.     Penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah.
  2.  Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
   3.    Pengaturan sebagaimana dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.
  4.  Pengendalian sebagaimana dimaksud meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.
  5.    Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum.
  6.  Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk Pembinaan sebagaimana dimaksud dilakukan secara terkoordinasi dan didukung oleh instansi terkait yang bertanggung jawab di bidang industri pesawat udara, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keuangan dan perbankan,Pemerintah daerah melakukan pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud sesuaidengan kewenangannya.

        3.4  Analisis
Apabila faktor teknis kerap dijadikan alasan, pengawas di bandara mestinya melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap operator maskapai. Sebab itu merupakan suatu keganjilan. Jadi,harus ada penjelasan secara detil kepada penanggung jawab pengawasan di lapangan yangkhusus menangani pelaporan dari maskapai. Jangan sampai faktor keterlambatan itu akibat pihak maskapai mencari-cari pembenaran sepihak. Bukan mustahil maskapai beralasan terlambat karena faktor teknis. Padahal yang sebenarnya, karena mereka masih menunggu penumpangyang belum datang.
Alasan diatas cukup membuktikan bahwa pihak maskapai telah merugikan konsumen,UU Penerbangan 2008 mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum para penyedia jasa dan pengguna jasa penerbangan, serta tanggung jawab hukum penyedia jasa penerbangan terhadap kerugian pihak ketiga. Dalam konteks perlindungan penumpang itu pula, UUPenerbangan 2008 melihat penyelenggaraan penerbangan dalam kerangka perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen secara tegas dijelaskan pada batang tubuh maupun penjelasan UU Penerbangan Konsumen. Untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum Pasal yang semakin mempertegas perlindungan konsumen dalam UU ini seperti:
       1.        Pasal 1 angka 23 menjabarkan bahwa tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh: penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga.
     2.     Pasal 146 menegaskan: Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
  3.  Pasal 147 ayat (1) menambahkan: Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.

Sebenarnya, tanggung jawab pengangkut juga disinggung sekilas dalam UU Penerbangan1992. Bahkan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara sudahmenentukan besaran ganti rugi maksimal satu juta rupiah. Namun kedua peraturan ini dianggapkurang memadai, apalagi besaran ganti rugi maksimal. Tetapi yang lebih menggembirakan bukan hanya perubahan besaran ganti rugi. UU Penerbangan 2008 juga merumuskan apa saja yang masuk kategori “faktor cuaca” dan “teknis operasional”. Kedua alasan ini sering dipakai sebagai alasan dasar penundaan penerbangan, padahal penumpang tak memiliki kemampuanuntuk membuktikan kebenaran alasan tersebut. UU Penerbangan 2008 juga menegaskan faktor apa saja yang tidak termasuk pengertian teknis operasional. Setiap maskapai tidak bolehmenggunakan dalih ini untuk delay keberangkatan:
(i)                 Keterlambatan pilot, co-pilot, dan awak kabin
(ii)               Keterlambatan jasa boga
(iii)             Keterlambatan penanganan di darat
(iv)             Menunggu penumpang, baik yang baru melapor, pindah pesawat, atau penerbangan lanjutan
(v)               Ketidaksiapan pesawat udara.

  
  BAB IV
PENUTUP

         4.1  Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 memberikan pengertian dan tanggung jawab pengangkut dan penanganan secara terpisah antara bagasi tercatat dan bagasi kabin. Beserta upaya tanggung jawab pengusaha angkutan udara jika penumpang tidak mendapatkan pelayanan berupa keterlambatan jadwal dan tanggung jawab terhadap kerusakan dan kehilangan barang dalam angkutan udara angkutan udara.
Pemerintah mempunyai peran yang penting dalam memujudkan perlindungan konsumen dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk memberikan informasi kepada para penumpang bila terjadi keterlambatan (delay) penerbangan lebih dari 30 menit. Peran pemerintah dalam meyikapi pelanngaran hak perlindunga konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai dengan pasal 10 UU no 1 tahun 2009 tentang penerbangan diantaranya penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah, Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, Pengaturan sebagaimana dimaksud meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.

           4.2  Saran
Adanya sosialisasi berkaitan dengan peran serta masyarakat selaku pengguna jasa penerbangan yang dapat memberikan penilaian, masukan kepada pemerintah Republik Indonesiadan Perusahaan Angkutan Udara Niaga berjadwal. Agar pemerintah dan pihak usaha penerbangan dapat mendengarkan penilaian-penilaian mengenai jasa penerbangan agar dapat di perbaiki dan mengurangi klaim-klaim dari penumpang. Sehingga jasa penerbangan tetap menjadi alat transportasi jarak jauh yang dapat menberikan kenyamanan dan fasilitas yang layak kepada pihak konsumen.


DAFTAR PUSTAKA
  


Happy, Susanto. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta : Transmedia Pustaka. 2009.